Print this page
🖨️ Cetak / Print WhatsApp Facebook Twitter

Khotbah 2 November 2025 - Nehemia 1:1-11 - Tuhan Mendengar Seruan HambaNya

 

LATAR BELAKANG TEKS

Kitab Nehemia terjadi pada masa pembuangan bangsa Yehuda, setelah Yerusalem dihancurkan oleh Babel (586 SM). Kini bangsa itu berada di bawah kekuasaan Persia. Nehemia bukan nabi, bukan imam, bukan raja. Dia "juru minuman raja" Artahsasta (Neh. 1:11) — posisi tinggi, dekat raja, orang istana. Secara manusia: nyaman, mapan, aman.

Tapi ketika ia mendengar kabar dari Hanani bahwa tembok Yerusalem masih runtuh, dan pintu-pintu gerbangnya terbakar (Neh. 1:3), hati Nehemia remuk. Kota Tuhan rusak, umat Tuhan malu. Dan dari luka itulah lahir doa.

Inilah inti pasal 1: seorang hamba Allah yang menangis, berpuasa, dan berseru. Dan Allah yang mendengar.

Catatan bahasa: kata "doa" dalam ayat 6 adalah "תְּפִלָּה" (tefillah), bukan sekadar ucapan rutin, tapi seruan hati yang sungguh-sungguh menghadap Raja di atas segala raja.

PEMBUKAAN KHOTBAH

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, pernah tidak mengalami momen ini: kita terlihat baik-baik saja dari luar — kerja jalan, usaha jalan, keluarga lengkap — tapi di dalam hati ada sesuatu yang runtuh?

Orang tanya, "Kabar?" Kita jawab, "Puji Tuhan baik." Tapi sebenarnya hati kita berkata, "Tuhan, aku tidak kuat."

Pertanyaan retoris untuk kita hari ini: ketika tembok hidup kita runtuh, kepada siapa kita pertama kali berseru? Kepada teman? Kepada medsos? Atau kepada Tuhan?

Nehemia mengajarkan sesuatu yang sangat indah: Tuhan mendengar seruan hamba-Nya.

Mari kita lihat tiga hal dari doa Nehemia yang membuat langit terbuka.

1. HATI YANG PEKA TERHADAP KERUSAKAN UMAT TUHAN

"Ketika kudengar berita ini, duduklah aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit." (Neh. 1:4)

Kata "berkabung" di sini berasal dari akar kata אָבַל (‘aval), yang dipakai untuk dukacita karena kematian. Artinya, Nehemia menangisi kota Tuhan seperti menangisi orang yang ia kasihi meninggal. Bukan sekadar simpati. Ini duka sejati.

Nehemia hidup di istana Persia, bukan di reruntuhan Yerusalem. Tetapi ia merasakan rasa malu bangsanya sebagai rasa malunya sendiri. Inilah hati seorang hamba Tuhan: ia tidak nyaman ketika umat Tuhan hancur secara rohani.

Ini menunjukkan karakter Allah sendiri: Allah bukan Allah yang jauh, yang melihat bencana dari langit sambil berkata, "Itu salahmu." Allah itu dekat pada yang remuk hati (Mazmur 34:19).

Aplikasi:
PNS / pegawai negeri: Saat saudara lihat korupsi, ketidakadilan di kantor, apakah hati saudara masih peka, atau sudah kebal?
Karyawan / profesional: Ketika integritas dilanggar demi target, apakah saudara masih merasa sedih di hadapan Tuhan, atau hanya berkata, "Namanya juga kerja"?
Pedagang / pelaku usaha: Saat lihat kecurangan harga dan tipu timbangan, apakah saudara ikut arus atau berduka karena nama Tuhan jadi tidak dipercaya?
Pemuda: Saat lihat teman jauh dari Tuhan, rusak oleh pornografi, kecanduan, geng toxic — apakah hati saudara masih menangis untuk mereka?
Orang tua: Saat anak mulai dingin pada ibadah, apakah kita cuma marah… atau kita berpuasa dan menangis di kaki Tuhan?

Ada orang tua yang tiap malam jam 2 pagi bangun untuk doakan anaknya yang mulai terseret narkoba. Ia tidak khotbahi anaknya dengan marah-marah. Ia berdiri di celah sebagai perisai doa. Itu Nehemia. Itulah hati yang membuat Tuhan bergerak.

Ayat Paralel:
Yehezkiel 22:30 – Tuhan mencari seseorang yang "mendiri di celah" bagi negeri, supaya jangan dimusnahkan.
Mazmur 34:19 – Tuhan dekat kepada orang yang patah hati, Ia menyelamatkan yang remuk jiwa.
Roma 12:15 – "Menangislah dengan orang yang menangis." Ini panggilan empati rohani, bukan hanya simpati emosional.

Nehemia tidak berhenti di perasaan. Air mata tanpa pertobatan hanyalah drama. Maka kita masuk ke poin kedua.

2. MULUT YANG JUJUR MENGAKUI DOSA DI HADAPAN TUHAN

"Kami telah berbuat sangat jahat terhadap Engkau, dan tidak memelihara perintah-perintah-Mu..." (Neh. 1:7)

"Aku mengaku dosa orang Israel yang telah kami lakukan terhadap-Mu; juga aku dan kaum keluargaku telah berbuat dosa." (Neh. 1:6)

Kata "mengaku" di ayat 6 memakai konsep Ibrani ידה (yadah), yang berarti "mengucapkan dengan terbuka", "menyatakan dengan jelas". Jadi ini bukan doa samar, bukan doa diplomatis, bukan doa "kalau-kalau aku salah". Ini pengakuan spesifik.

Nehemia tidak menyalahkan generasi sebelumnya, tidak menyalahkan sistem, tidak menyalahkan keadaan politik. Ia berkata, "aku dan kaum keluargaku." Doa yang didengar Tuhan adalah doa yang rendah hati, bukan doa yang menyalahkan semua orang kecuali diri sendiri.

Secara teologis ini penting: pertobatan membuka pintu pemulihan. Pemulihan bukan dimulai dari strategi, dana, atau rencana renovasi tembok, tetapi dimulai dari rekonsiliasi relasi dengan Allah.

PNS: "Tuhan, aku juga kadang ikut tanda tangan berkas yang aku tahu tidak bersih."
Karyawan: "Tuhan, aku pernah manipulasi laporan, maafkan aku."
Pedagang: "Tuhan, aku kadang naikin harga karena lihat orangnya tidak paham."
Pemuda: "Tuhan, mataku kotor. Ampuni aku."
Orang tua: "Tuhan, lidahku kasar pada anak dan pasanganku. Sembuhkan aku."

Ada satu jemaat berkata begini: "Setelah saya jujur di hadapan Tuhan, saya belum lihat masalah saya selesai. Tapi saya sadar: untuk pertama kalinya, beban rasa bersalah saya tidak memenjarakan saya lagi." Kadang jawaban pertama Tuhan bukan perubahan situasi, tapi pelepasan dari rasa bersalah.

Ayat Paralel:
1 Yohanes 1:9 – Jika kita mengaku dosa kita, Ia setia dan adil untuk mengampuni.
Mazmur 32:5 – Ketika Daud berhenti menutupi dosanya dan mengakuinya, Tuhan mengampuni kesalahannya.
Amsal 28:13 – Siapa menyembunyikan pelanggaran tidak akan beruntung; tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi.

Setelah hati yang hancur dan mulut yang jujur, sekarang kita lihat tangan Allah yang bergerak.

3. IMAN YANG BERANI MEMINTA PENGGENAPAN JANJI

"Ingatlah akan firman yang Kauperintahkan...: Jika kamu setia kembali kepada-Ku... Aku akan mengumpulkan kamu dari tempat pembuangan..." (Neh. 1:8-9, diringkas)

"Berilah kiranya keberhasilan kepada hamba-Mu sekarang ini dan buatlah dia mendapat belas kasihan dari orang ini." (Neh. 1:11)

Kata "ingatlah" (Ibrani: זָכַר zakar) bukan berarti Tuhan lupa. Ini cara doa Perjanjian Lama: memegang dan mengutip ulang janji Tuhan, dan memohon, "Tuhan, lakukan seperti yang Engkau katakan."

Kata "belas kasihan" di ayat 11 adalah רַחֲמִים rachamim, yaitu kemurahan hati yang lembut, penuh kasih sayang. Nehemia minta Tuhan melunakkan hati raja kafir. Ia percaya: hati raja pun ada di tangan Tuhan. (Amsal 21:1)

Inilah iman yang dewasa: bukan hanya menangis, bukan hanya mengaku dosa, tetapi berani melangkah dan berkata, "Tuhan, pakai aku menjadi jawabannya."

Nehemia tidak hanya berdoa, "Tuhan, tolong Yerusalem." Dia berdoa, "Tuhan, pakai aku di hadapan raja." Doanya bukan doa pelarian. Doanya adalah doa penugasan.

PNS: Minta Tuhan pakai Saudara jadi suara keadilan dalam sistem yang sering bengkok.
Karyawan: Minta hikmat untuk bicara ke atasan dengan bijaksana, bukan dengan emosi, agar budaya curang bisa diubahkan.
Pedagang: Minta keberanian untuk berkata, "Toko saya jujur. Karena Tuhan saya kudus."
Pemuda: Minta hati memberitakan Kristus ke teman yang hampir menyerah hidup.
Orang tua: Minta Tuhan lembutkan hati suami/istri/anak, karena Tuhan masih memegang hati manusia.

Ada jemaat kecil yang bisnisnya hampir bangkrut. Ia berdoa, "Tuhan, bukan cuma selamatkan usaha saya, tapi jadikan usaha saya alat untuk memberkati orang lain." Hari ini tokonya memang belum besar, tapi ia sudah pakai usahanya untuk bantu pekerja yang kesusahan. Pemulihan Tuhan bukan selalu langsung spektakuler, tapi selalu diarahkan untuk kemuliaan-Nya.

Ayat Paralel:
Amsal 21:1 – Hati raja seperti batang air di tangan TUHAN, Dialah yang mengarahkannya ke mana Dia kehendaki.
Yeremia 29:12-14 – "Apabila kamu berseru dan berdoa kepada-Ku... Aku akan mendengarkan kamu... dan membawa kamu pulang dari pembuangan."
Efesus 3:20 – Allah sanggup melakukan jauh lebih banyak dari yang kita doakan atau pikirkan.

Maka, apa respons kita terhadap Allah yang mendengar seruan hamba-Nya?

PENUTUP & AJAKAN RESPON

Jemaat Tuhan, Nehemia mengajarkan urutan rohani pemulihan:

  1. Hati yang peduli akan kerusakan rohani.
  2. Mulut yang jujur mengaku dosa.
  3. Iman yang berani meminta janji dan siap dipakai.

Tuhan yang didoakan Nehemia bukan Tuhan yang tuli. Ia disebut "Allah semesta langit" (Neh. 1:5), bahasa Ibrani: הָאֵל הַגָּדֹול וְהַנּוֹרָא ha’El ha’gadol veha’nora — "Allah yang besar dan dahsyat." Artinya, Ia berkuasa atas bangsa-bangsa, istana-istana, raja-raja. Tetapi Ia juga Allah yang mencondongkan telinga-Nya kepada satu hamba yang berlutut dengan air mata.

Dengarkan ini baik-baik: Tidak ada air mata seorang hamba Tuhan yang sia-sia bila air mata itu jatuh di altar doa.

Jadi hari ini, mari kita datang sebagai jemaat, sebagai keluarga, sebagai pribadi. Bagi yang tembok rumah tangganya mulai retak. Bagi yang imannya melemah. Bagi yang pekerjaannya makin menekan. Bagi yang pelayanan mulai letih.

Mari katakan di hadapan Tuhan: "Tuhan, dengarkan seruan hamba-Mu. Pulihkan aku, dan pakailah aku."

Jangan cuma minta diselamatkan dari masalah; mintalah juga diutus menjadi jawaban bagi orang lain. Itulah doa Nehemia. Itulah doa gereja yang dewasa.

Pagi hari menanam padi,
Sore hari menuai doa;
Hamba berseru dengan hati rendah diri,
Tuhan mendengar dan memulihkan jiwa.

Mari, jangan tunda. Maukah jemaat yang merasa, "Tembokku runtuh, tapi aku percaya Tuhan masih mendengar," angkat tanganmu di hadapan Tuhan sebagai tanda berserah? Datanglah bukan dengan pura-pura kuat, tapi dengan kerendahan hati seorang Nehemia.

Sebab Tuhan masih sama: Dia mendengar seruan hamba-Nya.

Rangkuman Khotbah:

1. Hati yang peka terhadap kerusakan umat Tuhan (Neh. 1:3-4)

2. Mulut yang jujur mengakui dosa (Neh. 1:6-7)

3. Iman yang berani meminta janji & siap dipakai (Neh. 1:8-11)

"Tuhan mendengar seruan hamba-Nya."

Read 11 times
PMJ

Pimpinan Majelis Jemaat GKPS P Bulan.