Print this page

Khotbah 12 Oktober 2025: Roma 1:8–15 Tema: “Memberitakan Injil dengan Segenap Hati”

 

Pembukaan

Saudara yang dikasihi Tuhan, dunia hari ini haus akan kabar baik, tapi sering kali kita terlalu sibuk untuk menyampaikan kabar terbaik yang pernah ada — Injil Yesus Kristus. Paulus menulis kepada jemaat di Roma dengan hati yang terbakar oleh kasih, kerinduan, dan komitmen untuk memberitakan Injil dengan segenap hati.

Ice breaker: Pernahkah saudara ingin berbagi sesuatu yang luar biasa — sebuah kabar sukacita — tapi tak sabar sampai semua orang tahu? Begitulah semangat Paulus. Ia tidak mempromosikan dirinya, tapi Kristus yang menyelamatkan. Injil bukan sekadar berita, tapi kekuatan Allah yang mengubahkan hidup.

Pertanyaannya: Apakah hati kita masih menyala untuk Injil seperti hati Paulus? Mari kita belajar bagaimana hidup dengan semangat memberitakan Injil dengan segenap hati.

Latar Belakang Teks

Surat Roma ditulis oleh Rasul Paulus dari Korintus sekitar tahun 57 M, sebelum ia berangkat ke Yerusalem. Jemaat di Roma bukan hasil pelayanannya langsung, namun ia memiliki kerinduan besar untuk mengunjungi mereka. Dalam pasal 1:8–15, Paulus menyingkapkan isi hatinya — ucapan syukur, doa, dan semangat untuk melayani mereka dengan Injil.

Paulus bukan hanya seorang teolog, tapi juga seorang penginjil yang berhati besar. Ia tahu bahwa Injil adalah mandat dan sukacita hidupnya. Ia tidak malu memberitakan Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah bagi setiap orang yang percaya.

Poin 1: Bersyukur untuk Iman yang Hidup (ayat 8–10)

Paulus memulai dengan ucapan syukur: “Pertama-tama aku mengucap syukur kepada Allahku oleh Yesus Kristus karena kamu semua, sebab imanmu diberitakan di seluruh dunia.” Kata “imanmu diberitakan” (katangelletai) dalam bahasa Yunani berarti “dinyatakan terus-menerus” — bukan hanya sekali, tapi terus menggema. Iman yang hidup selalu menghasilkan kesaksian yang nyata.

Ayat paralel: 1 Tesalonika 1:8 – “Sebab dari antara kamu firman Tuhan bergema...” Iman yang sejati bukan hanya dipercaya, tapi juga disuarakan.

Paulus bersyukur bukan karena jumlah jemaat, tetapi karena iman mereka yang berdampak. Iman yang hidup akan selalu menjadi dasar semangat memberitakan Injil.

Aplikasi:
- Bagi jemaat: Apakah iman kita hanya disimpan, atau diberitakan lewat hidup kita? - Bagi karyawan dan pelajar: Jadikan karaktermu saluran Injil di tempatmu berada. - Bagi orang tua: Jadilah teladan iman bagi generasi berikutnya.

Ilustrasi: Iman yang hidup itu seperti aroma bunga — tak perlu berteriak, tapi keharumannya menyebar ke mana-mana.

Transisi: Dari ucapan syukur, Paulus melangkah ke kerinduan yang dalam — bukan sekadar bersyukur, tapi rindu melayani.

Poin 2: Rindu Melayani dengan Hati yang Murni (ayat 11–13)

Paulus menulis, “Aku ingin mengunjungi kamu untuk memberikan karunia rohani, supaya kamu diteguhkan.” Kata “ingin” (epipotho) berarti “kerinduan yang dalam dan terus-menerus.” Paulus tidak ingin terkenal, tapi ingin memperkuat iman orang lain — inilah hati seorang pemberita Injil sejati.

Ia juga menyebut bahwa ia “berulang kali terhalang,” tapi tetap berdoa agar Tuhan membuka jalan. Seorang yang memberitakan Injil dengan segenap hati tidak menyerah karena hambatan; ia tahu waktunya Tuhan selalu tepat.

Ayat paralel: Kisah Para Rasul 20:24 – “Aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun... asal aku dapat menyelesaikan pelayananku untuk memberitakan Injil.” Hati yang murni akan terus melayani, meski jalan terhambat.

Aplikasi:
- Bagi pelayan Tuhan: Layani dengan hati yang murni, bukan untuk nama, tapi untuk kemuliaan Kristus. - Bagi jemaat: Setiap kesempatan berbicara atau menolong bisa menjadi ladang penginjilan. - Bagi semua: Jangan tunggu sempurna baru melayani — Tuhan pakai hati yang mau, bukan hati yang mampu.

Ilustrasi: Seperti pelita kecil di malam gelap — mungkin cahayanya tak besar, tapi mampu menuntun banyak langkah menuju terang.

Transisi: Setelah mengungkapkan kerinduan itu, Paulus menyatakan komitmennya: Injil bukan sekadar tugas, tapi panggilan hidupnya.

Poin 3: Komitmen Memberitakan Injil kepada Semua Orang (ayat 14–15)

Paulus berkata, “Aku berhutang kepada orang Yunani dan orang bukan Yunani, kepada orang terpelajar dan orang bodoh.” Istilah “berhutang” (opheilētēs) berarti “mempunyai kewajiban moral.” Paulus merasa memiliki tanggung jawab ilahi untuk memberitakan Injil kepada siapa pun, tanpa pandang bulu.

Hatinya tidak pilih kasih. Ia berkata, “Itulah sebabnya aku ingin memberitakan Injil kepada kamu juga yang diam di Roma.” Kerinduan itu lahir dari kasih kepada Kristus dan kepada jiwa-jiwa yang belum mengenal-Nya.

Ayat paralel: 1 Korintus 9:16 – “Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil!” Bagi Paulus, Injil bukan sekadar pesan, tapi panggilan hidup yang harus disampaikan dengan segenap hati.

Aplikasi:
- Bagi jemaat: Kita semua adalah “penghutang Injil.” Sudahkah kita membayar hutang itu dengan kesaksian hidup? - Bagi pemuda: Gunakan media sosial untuk menyebarkan kebenaran, bukan kebencian. - Bagi keluarga: Jadikan rumahmu pusat kabar baik — tempat kasih dan pengampunan nyata.

Ilustrasi: Seorang kurir tidak boleh menyimpan paket penting; tugasnya mengantar dengan setia. Kita pun tidak boleh menahan Injil — dunia menunggu kabar baik itu.

Penutup

Saudara, memberitakan Injil bukan tugas sebagian orang, tapi panggilan bagi setiap orang percaya. Allah mempercayakan kabar keselamatan itu kepada kita, agar dunia mengenal kasih-Nya.

Seruan: Mari kita hidup dengan iman yang nyata, hati yang murni, dan semangat yang menyala untuk Injil. Jangan malu, jangan takut — karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan semua orang yang percaya.

“Memberitakan Injil dengan segenap hati adalah tanda hati yang telah diubahkan oleh kasih Kristus.”

Pantun penutup:
Cahaya lilin di malam sepi,
Menuntun langkah di jalan sunyi.
Mari wartakan Injil sejati,
Dengan segenap hati bagi Sang Raja yang kudus dan suci.

Read 177 times

Last modified on Saturday, 04/10/2025