I B A D A H

1. PENGANTAR

Dalam suratnya kepada Timoteus Rasul Paulus menulis : “Latihlah dirimu beribadah” (1 Tim. 4:7b). Lebih lanjut Rasul Paulus berkata, “…….ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini, maupun untuk hidup yang akan datang.

Dengan demikian ibadah adalah suatu hal yang amat penting dalam hidup orang-orang Kristen. Bahkan harus dipahami, bahwa ibadah adalah merupakan identitas Gereja atau orang-orang percaya.

Tapi apakah ibadah itu ?

2. ARTI IBADAH

Alkitab tidak memiliki kata tersendiri untuk ibadah. Tapi kita dapat menemukan banyak kosa kata tentang ibadah dalam Alkitab. Diantaranya adalah kata Junani Latreuo atau Latreuein (Rom. 12 : 1 ; Fil. 3 : 3). Kata Latreuo atau Latreuein dapat berarti : dapat bekerja untuk …..; menundukkan diri ; melayani ; mengabdikan seluruh hidup kepada Allah ; pelayanan kepada Allah atau ibadah kepada Allah.

Jadi ibadah adalah, menyembah Allah atau mengabdi kepada Allah. Dan dalam rangka mempersembahkan ibadah kepada Allah, para hambaNya harus menundukkan diri untuk mengungkapkan rasa takut penuh hormat, kekaguman dan ketakjuban penuh puja kepada Tuhan (Kej. 24 : 26 …berlutut dan sujud menyembah Tuhan). Hal itu dapat dilakukan secara pribadi, tapi juga melalui ibadah umat (bersama) dengan liturgi atau upacara tertentu.

Namun demikian ibadah juga harus dipahami bukan hanya terbatas pada ‘upacara agama’ (misalnya di Jemaat), tapi ibadah adalah mencakup persembahan seluruh hidup dan semua aktivitas sehari-hari kepada Allah.


3. IBADAH DALAM ALKITAB

3.1. Ibadah Perjanjian Lama (PL)
Pada awalnya kita menemukan adanya ibadah atau persembahan pribadi kepada Allah (Kej. 4:4 Habil memberikan persembahan kepada Tuhan ; lihat pula, Kel. 24:26). Hal itu menunjukkan bahwa pada dasarnya ibadah adalah merupakan ungkapan bathin seseorang yang mengakui bahwa Allah berdaulat, penuh kuasa dan baik. Atau ibadah adalah menunjukkan ketinggian spritual seseorang yang disertai ungkapan pujian dan syukur kepada Tuhan, karena Ia patut disembah (bd. Ayub 1:20 ; Yos. 5 :14)

Kemudian, pelaksanaan ibadah itu berkembang menjadi ibadah umat. Musa adalah seorang tokoh yang dianggap sebagai peletak dasar dari ibadah umat yang diorganisir, dan yang menjadikan Jahwe sebagai alamat ibadah satu-satunya. Ibadah umat diorganisir di dalam Kemah Pertemuan, dan upacaranya dipandang sebagai “pelayanan suci” dari pihak umat untuk memuji Tuhan.

Pada perkembangan selanjutnya, setelah Kemah Pertemuan, lahirlah Bait Suci dan Sinagoge sebagai tempat ibadah bagi Israel. Perkembangan ini didasari oleh pemahaman bahwa ibadah adalah merupakan faktor penting dalam kehidupan Nasional Jahudi. Bait Suci dihancurkan oleh Babel, dibentuk kebaktian Sinagoge karena pelaksanaan ibadah tetap dirasakan sebagai kebutuhan penting.

Disamping tempat ibadah, orang Jahudi juga memiliki kalender tahunan untuk upacara agamawi. Diantaranya yang amat penting adalah : Hari Raya Paskah (Kel. 12:23-27), Hari Raya Perdamaian (Im. 16 : 29 – 34), Hari Raya Pentakosta (bd. Kis.2), Hari Raya Pondok Daun, dan Hari Raya Roti Tidak Beragi (Kel.12:14-20).

Pemimpin ibadah di Bait Suci dan Sinagoge adalah para Imam. Mereka adalah keturunan Lewi yang telah dikhususkan untuk tugas pelayanan ibadah. Para imam memimpin ibadah umat pada setiap hari Sabat dan pada Hari Raya agama lainnya. Ibadah di Sinagoge terdiri dari : Shema, doa, pembacaan Kitab Suci dan penjelasannya.

Ibadah juga berkaitan dengan kewajiban-kewajiban agama, yakni perintah-perintah Tuhan (pbd. Ul.11:8-11). Jadi, pada hakekatnya ibadah bukanlah hanya merupakan pelaksanaan upacara keagamaan di tempat-tempat ibadah, akan tetapi adalah mencakup pelaksanaan kewajiban agama, seperti : sunat, puasa, pemeliharaan Sabat, torat dan doa. Dengan demikian, ibadah juga harus mengandung makna bagi hidup susila.

3.2. Ibadah Gereja
Pada zaman PB di Bait Suci dan di Sinagoge tetap diikuti. Jesus sendiri turut ambil bagian dalam kedua rumah ibadah itu (Mark. 1:21 ; 12:35-37). Ia tidak menolak ibadah tradisionil, tapi Ia melawan hukum-hukum ritual selama hukum itu hanya diikuti secara formalitas. Dalam ajaranNya Ia selalu menekankan bahwa kasih kepada Allah adalah ibadah yang sesungguhnya. Ia meletakkan Hukum Kasih diatas kebiasaan Sabat dan Kurban (Mat. 5:23-24 ; 12:7-8 ; Mark. 7:1-13). Dengan demikian, ibadah yang sebenarnya adalah : suatu pelayanan yang dipersembahkan kepada Allah tidak hanya dalam arti ibadah di Bait Suci, tapi juga dalam arti pelayanan kepada sesama (Luk. 10:25 ; Mat. 5:23 ; Yoh.4:20-24).

Orang-orang Kristen dalam Gereja mula-mula juga masih terus mengikuti ibadah di Bait Suci, terutama di Sinagoge. Dan ketika terjadi perpisahan antara Jahudiisme dan gereja, ada dugaan bahwa ibadah Sinagoge banyak mewarnai ibadah gereja.

Dalam perkembangan selanjutnya, terutama setelah perpisahan gereja dengan Jahudiisme, hari ibadah utama bagi orang Kristen ditetapkan pada Hari Tuhan (Kis.2:46 ; 20:7). Dengan demikian kebiasaan Sabat pun ditinggalkan. Unsur-unsur yang dicantumkan dalam ibadah jemaat dapat kita lihat dari 1 Kor. 14:26-33, yakni : Mazmur/pujian, doa, pembacaan Kitab Suci dan penjelasannya. Perjamuan Kasih (1 Kor. 11:23-28) juga merupakan unsur penting dalam ibadah gereja.

Pada mulanya ibadah gereja dilakukan di rumah-rumah orang percaya. Hal ini terus berlanjut hingga orang-orang Kristen memiliki rumah ibadahnya sendiri. Hal yang amat penting dalam kepercayaan Kristen tentang ibadah adalah, Kehadiran Allah (Mat. 18:10 ; 1 Kor. 14:25).

Bagi gereja, ibadah umat tetap diutamakan karena ibadah ini bertujuan untuk :

- Membangun ‘tubuh Kristus’ atau gereja (1 Kor. 14 : 5, 12, 26 ; 1 Tim. 4 : 13)
- Membina pelayanan sesama (Kis. 2 : 45)
- Membina Persekutuan (1 Kor. 10 : 16 – 17)
- Menunjukkan respons kita terhadap kemuliaan Allah, yang dinyatakan dengan doa dan ucapan syukur (pbd. Maz. 116 : 12)
Hidup setiap orang Kristen juga harus menjadi ibadah, yakni menjadi ‘persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan pada Allah’ (Rom. 12 : 1). Itu berarti bahwa orang Kristen harus menyadari bahwa tubuhnya, adalah Bait Roh Kudus sehingga ia dapat melayani Dia baik dengan pikirannya, rohnya, maupun dengan tubuhnya. Ibadah yang sejati adalah mempersembahkan tubuh kepada Allah dan semua yang dikerjakannya setiap hari. Dan hal itu dapat terjadi apabila hidup orang-orang percaya berubah oleh ‘pembaharuan budi’ (Rom. 12 : 2), yakni dengan kehidupan yang berpusat pada Kristus.


4. PENUTUP

Ibadah adalah identitas Gereja atau orang percaya, yang menunjukkan ketinggian spritual disertai ungkapan pujian dan syukur kepada Tuhan.

Ibadah yang benar adalah apabila kita menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran (Yoh. 4:23), dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah sebagai persembahan yang hidup (Ro. 12:1).

Go to top